Al Qur’an itu Penawar
Dalam bukunya Yusuf 'Alahi Al-Salam 'Amru Khalid mengatakan bahwa kata syifa' (penawar) yang terdapat di dalam Alquran hanya menunjukkan kepada dua hal, pertama, madu. Hal ini berdasarkan firman Allah yang berbunyi: "...di dalamnya (madu) terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia" (QS. Al-Nahl (16): 69). Kedua, Alquran. Hal ini didasarkan kepada ayat Alquran sendiri yang terdapat di dalam Surat Al-Isra' ayat 82: "Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat..." ('Amru Khalid, 2003: 12).
Seorang ulama Al-Azhar, Khairi Makawy mengatakan bahwa Allah swt. menyifati Alquran dengan al-syifa', yang ditafsirkan oleh para ulama dengan 'hilangnya rasa sakit' (zawal al-maradh) dan terhindar dari berbagai macam penyakit.
Saudaraku! Kepenatan badan dan kelelahan tubuh akibat kerja yang terlalu keras akan menimbulkan tubuh yang tidak sehat. Semua terasa tidak enak, tidak nyaman dan bisa menghilangkan konsentrasi. Semua itu membutuhkan 'penawar' agar dapat kembali pulih seperti sedia kala. Masalah penyakit badan (tubuh luar), Alquran menjelaskan bahwa penawarnya terdapat di dalam 'madu'. Ini tidak diragukan lagi, karena hal itu sudah dibuktikan oleh riset dan penelitian ilmiah.
Nah, bagaimana halnya kalau yang penat itu adalah jiwa, yang lesu dan tidak sehat itu adalah hati. Rasa bimbang, keraguan (al-syakk) dan rasa was-was adalah penyakit hati yang tidak bersih dan tidak istiqamah. Allah swt. menjelaskan kepada kita bahwa penawarnya adalah 'Alquran'. Sungguh! Alquran adalah 'penawar' penyakit jiwa, penyakit hati. Hati yang kotor, busuk dan penuh dengan tipu daya akan mengakibatkan anggota badan kita bekerja tidak normal dan selalu salah. Yang akan timbul adalah kebencian kepada sesama, wajah selalu murung, bermuram durja, dengki (hasad), cemburu dan mudah sakit hati. Semua itu harus cepat diberikan penawarnya, yakni Alquran. Yang pasti, seluruh penyakit hati itu tidak ada yang menguntungkan, bahkah malah akan semakin merusak pemiliknya.
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi di dalam bukunya Kaifa Nata'amal Ma'a Al-Qur'an Al-'Azhîm? (Bagaimana Kita Berinteraksi dengan Alquran yang Agung?) menjelaskan bahwa salah satu tujuan diturunkannya Alquran adalah mengajak untuk menyucikan (membersihkan) jiwa manusia (tazkiyah al-nafs al-basyariyah). Karena menurut beliau, tidak ada kesuksesan di dalam dunia dan akhirat kecuali melalui penyucian jiwa (al-nafs) tersebut. "Dan (demi) jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (QS. Al-Syams (91): 7-10).
Ini sejalan dengan Hadits Rasulullah saw. yang berbunyi; "Sesungguhnya di dalam jasad (manusia) terdapat segumpal darah (al-mudhghah). Jika ia baik, maka akan baik seluruh jasadnya. Namun, jika ia rusak, maka akan rusak pulalah seluruh jasadnya. Itulah 'hati'.
Saudaraku! Hati adalah 'raja'. Anggota tubuh kita adalah 'prajuritnya'. Kebaikan prajurit tergantung dari baiknya keadaan sang raja. Kita jadi teringat akan kisah Lukman Al-Hakim yang memberikan bagian yang 'terbaik' dan 'terjelek' dari binatang kurban. Kedua-duanya ia berikan kepada majikannya dengan satu benda yang sama; hati dan lisan (lidah).
Hati kita yang selalu gelisah, tidak tenang dan selalu menyimpan rasa benci dan dendam kepada orang lain, adalah hati yang belum menemukan 'penawar'nya. Alquran adalah 'mutiara' dalam hidup kita. Ia adalah pedoman bahtera dan haluan hidup kita. Dia adalah 'cahaya' dalam kegelapan. Sayang! Kita semakin hari semakin jauh dari cahaya Alquran itu. Alquran menganjurkan kita untuk tidak memakan harta anak yatim, kita malah sering memperebutkan 'hak mereka'. Alquran melarang kita untuk tidak memakan harta orang lain dengan tidak benar, kita malah gemar menyerobot milik orang lain. Alquran menyuruh kita untuk menjauhi perbuatan 'zina', malah faktor pendukung zina semakin bertaburan. Mata kita semakin banyak dijejali dengan tayangan yang tidak mendidik dan amoral.
Ahh...kita semakin jauh dari 'penawar'. Sebaliknya kita bukannya mencari penawar, tapi menambahkan penyakit ke dalam hati dan jiwa kita. Penyakit itu pun semakin akut dan kronis. Hati adalah cermin Ilahiy, maka Allah tidak akan melihat hati kita kalau hati kita semakin kotor. Cahaya sang 'penawar' tidak akan mampu menembus hati yang semakin kotor. Hati yang sudah semakin hitam terkena debu dunia yang tidak sehat, terkena polusi budaya yang semakin sakit, terkena kotoran kebebasan berekspresi yang kebablasan.
Kita semakin jauh dari ajaran Kanjeng Nabi saw. Kita tinggalkan pesan-pesan junjungan kita. Kita lari dari rambu-rambu dan akhlak Quraniy. Kita lebih senang mengumbar hawa nafsu, memuaskan diri dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. Kita jadikan Alquran hanya sebatas 'hiasan' dan aksesoris 'meja kerja' atau 'ruang tamu'. Maka wajar kiranya kalau Nabi saw. pernah mengadu kepada Allah swt.; ... "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Alquran ini sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS. Al-Furqan (25): 30).
Saudaraku! Kita harus lebih dekat lagi dengan Alquran. Kita harus merubah cara kita berinteraksi dengan Alquran. Mari kita 'hampiri' ia, kita dekati, kita tadabburi ayat-ayatnya, kita pahami dan renungkan pesannya dan kita aplikasikan ajarannya dalam kehidupan kita. Mudah-mudahan penyakit hati dan jiwa kita benar-benar menemukan 'penawarnya', karena 'penawarnya' ternyata tak jauh dari kita. Mungkin kita saja yang tidak 'open' dan acuh tak acuh dengan penawar Ilahiy itu. Semoga.