Sunday, November 18, 2007

“Pohon itu Bernama Ukhuwah”

Menurut Allah SWT dalam Al-Qur’an (Qs. Al-Hujurat [ ]: ) orang-orang beriman itu “bersaudara”. Saudara dalam bahasa Arab adalah akhun atau al-akh. Dari kata ini, diambillah kata al-ukhuwwah, yang bermakna persaudaraan. Oleh karena itu, siapapun orangnya, dimanapun dia tinggal, jika dia memiliki akidah (keyakinan) yang sama (Islam, Iman), maka dia adalah al-akh: saudara.

Ukhuwah dalam Islam bukan hanya ikatan personal, melainkan ikatan komunal. Ia adalah ikatan yang kuat bagi seluruh umat Islam yang diikat dengan ‘tali iman’. Tali ini menjadi buhul yang sangat kuat dalam merapatkan shaff umat Islam, kapan dan dimanapun.

Oleh karena itu, Islam sangat melarang umatnya untuk “berpecah-belah”. Maka, Islam memberikan aturan dan norma-norma yang dapat membentengi lesu dan matinya pohon rindang yang bernama ukhuwah ini.

Dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r, Kanjeng Nabi Muhammad SAW menjelaskan, “Janganlah kalian saling mendengki; saling mengakal-akali (mengibuli dan menipu antar sesama Muslim); saling membenci; dan saling berpaling muka (menjauh). Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sudah dibeli saudaranya, melainkan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim itu saudara Muslim yang lain. Dia tidak boleh menzaliminya, tidak boleh menghina dan mencacinya. “Takwa” itu di sini --Kanjeng Nabi menunjuk dadanya sebanyak tiga kali. Cukup lah sebagai sebuah kejahatan, bila seorang Muslim itu menghina saudaranya. Setiap Muslim haram bagi Muslim yang lain: darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas, Kanjeng Nabi mengajarkan kita agar mampu memelihara ‘pohon ukhuwah’ itu. Agar jangan lesu, tak berdaya dan akhirnya hancur tanpa makna. Seluruh etika yang dilarang oleh beliau dalam hadits di atas adalah inti problem yang biasa muncul dalam setiap persaudaraan.

Jangan saling dengki...!

Biasanya sifat ini timbul dari su’u al-zhanna, negative thinking. Prasangka yang tidak baik biasanya menimbulkan tindakan yang tidak proporsional. Mudah menuduh dan membenci seseorang tanpa dasar. Menurut ulama, sifat dengki ini adalah sifat yang pertama kali muncul di dunia. Kisah ini sangat masyhur. Yakni kisah dua anak Adam as: Qabil dan Habil. Qabil membunuh adiknya (Habil) pemicunya adalah “dengki”. Dia tidak rela Habil kawin dengan Iklima (saudara satu kandungan dengan Qabil), karena parasnya lebih cantik. Dia menginginkan agar Iklima tidak menikah dengan Habil. Artinya, orang pendengki adalah orang yang menginginkan agar kenikmatan dari orang lain itu lenyap. Jika bisa, segala bentuk kebaikan dan kenikmatan yang ada pada diri orang lain adalah miliknya. Ini adalah sifat Qabil. Dan ini sifat yang sangat jelek. Islam sangat mengharamkan sifat ini.

Oleh sebab itu, Nabi SAW menjelaskan, “Telah merayap (masuk) ke dalam jiwa kalian penyakit umat-umat terdahulu, yaitu dengki dan suka bermusuhan. Keduanya adalah ‘pemangkas’. Aku tidak mengatakan pemangkas rambut, melainkan ‘pemangkas agama’.” (HR. al-Tirmidzi).

Jangan saling menipu...!

Umat Islam tidak boleh saling berbuat makar. Membuat tipu-muslihat terhadap saudaranya. Ini namanya egoisme. Mau menang sendiri, walaupun harus mengorbankan sahabatnya bahkan saudaranya. Ini sama artinya dengan penipuan. Orang yang suka menipu, adalah orang yang suka menghalalkan segala cara. Istilah Arab menjelaskan, al-ghayatu tubarriru al-wasilah, ‘tujuan dapat menghalalkan segala cara’. Ini tidak dapat dibenarkan dan sangat diharamkan dalam Islam. Karena dia dapat merusak sendi-sendi persaudaraan. Dia dapat menggoncang bahkan menggerogoti ‘akar pohon ukhuwah’.

Oleh karenaya, dalam jual-beli Islam menganjurkan kepada sang penjual (pedagang) agar bertindak jujur. Dia harus membeberkan cacat dan aib barang dagangannya kepada setiap pembeli yang datang untuk berbelanja ke tokonya. Dengan begitu, seorang pembeli merasa nyaman berbelanja. Lihatlah metode berdagangnya Kanjeng Nabi. Luar biasa. Bahkan gelar beliau adalah al-Amin: orang yang terpercaya. Karena beliau selalu berkata dan bertindak jujur. Subhanallah!

Jagalah ‘Pohon Ukhuwah’...!

Ini lah tugas setipa individu Muslim. Ia harus menyirami pohon itu. Ia cabuti rumputnya, agar pohon itu terpelihara dengan rapi. Sehingga, dia tumbuh sebagai pohon yang rindang: tempat berlindung dan berteduh siapa saja yang datang ke bawahnya. Luar biasa. Makanya kata Kanjeng Nabi, Muslim itu saudara Muslim yang lain. Darahnya haram, hartanya haram dan kehormatannya haram. Artinya, setiap individu Muslim harus mampu menjaga setiap sendi dan jengkal kehidupan saudaranya, baik berkaitan dengan darahnya, hartanya maupun kehormatanya. Dengan begitu, kita dapat menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Itulah harapan Baginda Rasulullah SAW.[]

(Medan, Senin: 19 Nopember 2007)

[(http://alqassam.wordpress.com / http://qosim-deedat.blogspot.com)]

 

<<Kembali ke posting terbaru

"Berpikirlah Sejak Anda Bangun Tidur" (Harun Yahya)